PENYULUHAN
Mahasiswa STPP Bogor Bersama Penyuluh BPP Sliyeg |
PENYULUHAN
I. SEJARAH
DAN PENGERTIAN PENYULUHAN
Menurut
kamus besar bahasa indonesia) kata penyuluh berasal dari kata suluh yang
berarti barang yang di pakai untuk media penerangan atau obor.Sedangkan
penyuluh adalah orang yang bertugas memberikan
penerangan
atau penunjuk jalan. Sehingga makna arti dalam kata penyuluhan yaitu suatu
proses atau cara yang dilakukan oleh seorang penyuluh untuk memberikan
penerangan atau informasi kepada orang lain dari semula yang tidak tahu menjadi
tahu dan yang tahu menjadi lebih tahu. Kata penyuluhan berasal dari beberapa
negara yaitu:
1. Belanda
yaitu Voorlichting yang berarti memberikan penerangan untuk menolong seseorang
menemukan jalannya,
2. Inggris
yaitu extention, istilah ini diambil Universitas Oxford dan Cambridge sekitar
tahun 1850 yang melakukan diskusi-diskusi mengenai bagaimana memberikan
pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan disekitar tempat tinggal penduduk,
terutama dengan cepatnya pertumbuhan pendudukdidaerah industri dan perkotaan.
3. Jerman yaitu
Aufklaneus yg berarti pencerahan, yang menekankan pentingnya mengetahui arah
langka kita.
4. Prancis
yaitu vulgarisation yang menekankan pentingnya menyederhanakan pesan bago orang
awam,
5. Amerika
Serikat yaitu Eziohong berarti pendidikan,yang menekankan tujuan penyuluhan
pertanian untuk mengajar seseorang sehingga dapat memecahkan sendiri
masalahnya.
6. Australia
yaitu forderung berarti berdiri kearah yang diinginkan, kata ini
miripdengan istilah korea yakni bimbingan pedesaan.
7. Spanyol
yaitu capacitacion yaitu keinginan untuk meningkatkan kemampuan manusia yang
dapat diartikan dengan pelatihan
Penyulahan
dalam arti umum berarti ilmu sosial yang mempelajari sistem dan perubahan
pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih
sesuai dengan apa yang diharapkan. Penyuluhan adalah proses perubahan sosial,
ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan semua “stakeholders”,melalui proses belajar bersama yang
partisipatip, agar terjadi perubahan perilaku pada diri setiap individu dan
masyarakatnya untuk mengelola kegiatan yang semakin produktif dan efisien, demi
terwujudnya kehidupan yang baik, dan semakin sejahtera secara berkelanjutan.
II. PENYULUHAN
MENURUT PARA AHLI
Ada beberapa para ahli yang
nendefinisikan pengertian penyuluh diantarany ayaitu:
·
Ban (1990)
Penyuluhan merupakan sebuah
intervensi sosial yang melibatkan penggunaan komunikasi informasi secara sadar
untuk membantu masyarakat membentuk pendapat mereka sendiri dan mengambil
keputusan dengan baik .
·
Margono Slamet (2000).
menegaskan bahwa inti dari kegiatan penyuluhan adalah
untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang
tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu
yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan. Margono Slamet
(2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat
yang telah mulai lazim digunakan oleh banyak pihak sejak Program Pengentasan
Kemiskinan pada awal dasawarsa 1990-an. Penyuluhan pembangunan sebagai proses
pemberdayaan masyarakat, memiliki tujuan utama yang tidak terbatas pada
terciptanya “better-farming, better business, dan better living, tetapi untuk memfasilitasi masyarakat
(sasaran) untuk mengadopsi strategi produksi dan pemasaran agar mempercepat
terjadinya perubahan-perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi sehingga
mereka dapat (dalam jangka panjang) meningkatkan taraf hidup pribadi dan
masyarakatnya
·
Mardikanto, 1987.
Penyuluhan sebagai proses komunikasi
pembangunan, penyuluhan tidak sekadar upaya untuk menyampaikan pesan-pesan
pembangunan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah untuk menumbuh
kembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
·
Slamet (1994)
Istilah penyuluhan pada awal
kegiatannya disebut dan dikenal sebagai Agricultural Extension. Dengan
pengembangan penggunaannya di bidang-bidang lain, maka sebutannya berubah
menjadi Extension Education dan Develoment Communication. Meskipun antara
ketiga istilah tersebut terdapat perbedaan, namun pada dasarnya mengacu pada
disiplin ilmu yang sama.
·
Menurut Sapoetro (Mardikanto, 1992)
kunci pentingnya penyuluhan di dalam
proses pembangunan didasari oleh kenyataan bahwa pelaksana utama pembangunan
adalah masyarakat kecil yang umumnya termasuk golongan ekonomi lemah, baik
lemah dalam permodalan, pengetahuan, dan keterampilannya, maupun lemah dalam
hal peralatan dan teknologi yang diterapkan. Disamping itu, mereka juga
seringkali lemah dalam hal semangatnya untuk maju dalam mencapai kehidupan yang
lebih baik.
·
Menurut Slamet dalam Mardikanto
(1993)
Tujuan yang sebenarnya dari
penyuluhan adalah terjadinya perubahan perilaku sasaran nya. Hal ini merupakan
perwujudan dari : pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung dengan indera manusia. Dengan demikian,
penyuluhan dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku (pengetahuan,
sikap, dan keterampilan) di kalangan masyarakat agar mereka tahu, mau, mampu
melaksanakan perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan produksi,
pendapatan/keuntungan dan perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang
ingin dicapai.
·
Wiriaatmadja (1973)
Penyuluhan merupakan sistim
pendidikan di luar sekolah, dimana mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi
tahu, mau, dan mampu/bisa menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi secara
baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi penyuluhan adalah suatu bentuk
pendidikan yang cara, bahan, dan sarananya disesuaikan dengan keadaan,
kebutuhan, dan kepentingan sararan. Karena sifatnya yang demikian maka
penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal.
·
Rahmat Pambudi,
Pada awal 1996 mulai melontarkan
pentingnya istilah pengganti penyuluhan, dan untuk itu dia menawarkan
penggu-naan istilah transfer teknologi sebagaimana yang digunakan oleh
Lionberger dan Gwin (1982). Pada tahun 1998, Mardikanto mena-warkan penggunaan
istilah edfikasi, yang merupakan akronim dari fungsi-fungsi penyuluhan yang
meliputi: edukasi, diseminasi inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi,
pemantauan dan evaluasi. Meskipun tidak ada keinginan untuk mengganti istilah
penyuluhan, Margono Slamet pada kesempatan seminar penyuluhan pembangunan
(2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat
yang telah mulai lazim digunakan oleh banyak pihak sejak Program Pengentasan
Kemiskinan pada dasawsaa r 1990-an. Terkait dengan hal tersebut, dalam
perjalanannya, kegiatan penyuluhan diartikan dengan berbagai pemahaman,
seperti:
1)
Penyebar-luasan
(informasi)
Sebagai
terjemahan dari kata “extension”, penyuluhan dapat diartikan sebagai proses
penyebar luasan yang dalam hal ini, merupakan peyebarluasan informasi tentang
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dihasilkan oleh perguruan tinggi ke
dalam
praktek atau kegiatan praktis.Implikasi dari
pengertian ini adalah:
§ Sebagai agen
penyebaran informasi, penyuluh tidak boleh hanya menunggu aliran informasi dari
sumber-sumber informasi (peneliti, pusat informasi, institusi pemerintah, dll)
melainkan harus secara aktif berburu informasi yang bermanfaat dan atau
dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi kliennya. Dalam hubungan ini, penyuluh
harus mengoptimalkan peman-faatan segala sumberdaya yang dimiliki serta segala
media/ saluran informasi yang dapat digunakan (media-masa, internet, dll) agar
tidak ketinggalan dan tetap dipercaya sebagai sumber informasi “baru” oleh kliennya.
§ Penyuluh
harus aktif untuk menyaring informasi yang diberikan atau yang diperoleh kliennya
dari sumber-sumber yang lain, baik yang menyangkut kebijakan, produk, metoda,
nilai-nilai perilaku, dll. Hal ini penting, karena di samping dari penyuluh,
masyarakat seringkali juga memperoleh informasi/inovasi dari sumber sumber lain
(aparat pemerintah, produsen/ pelaku bisnis, media masa, LSM) yang tidak selalu
“benar” dan bermanfaat/ mengun-tungkan masyarakat/kliennya. Sebab, dari
pengalaman menunjukkan, informasi yang datang dari “luar” seringkali lebih
berorientasi kepada kepentingan luar” dbianding keberpihakannya kepada
kepentingan masyarakat yang menjadi kliennya.
§ Penyuluh
perlu lebih memperhatikan informasi dari “dalam” baik yang berupa “kearifan
tradisional” maupun “endegenuous technology”. Hal ini penting, karena informasi
yang berasal dari dalam, di samping telah teruji oleh waktu, seringkali juga
lebih sesuai dengan kondisi setempat, baik ditinjau dari kondisi fisik, teknis,
ekonomis, sosial/budaya, maupun kesesuainnya dengan kebutuh-an pengembangan
komunitas setempat.
§ Pentingnya
informasi yang menyangkut hak-hak politik masya-rakat, di samping: inovasi
teknologi, kebijakan, manajemen, dll. Hal ini penting, karena yang untuk
pelaksanaan kegiatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat seringkali sangat
tergan-tung kepada kemauan dan keputusan politik.
2)
Penerangan/penjelasan
Penyuluhan yang berasal dari kata
dasar “suluh” atau obor, sekaligus sebagai terjemahan dari kata “voorlichting”
dapat diartikan sebagai kegiatan penerangan atau memberikan terang bagi yang
dalam ke-gelapan. Sehingga, penyuluhan juga sering diartikan sebagai kegiatan
penerangan. Sebagai proses penerangan, kegiatan penyuluhan tidak saja terbatas
pada memberikan penerangan, tetapi juga menjelaskan mengenai segala informasi
yang ingin disampaikan kepada kelompok-sasaran yang akan menerima manfaat
penyuluhan (beneficiaries), sehingga mereka benar-benar memahaminya seperti
yang dimaksudkan oleh penyuluh atau juru-penerangnya. Terkait dengan istilah
penerangan, ppenyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh tidak boleh hanya bersifat
“searah” melainkan harus diupayakan berlangsungnya komunikasi “timbal-balik”
yang memusat (convergence) sehingga penyuluh juga dapat memahami aspirasi
masyarakat, manakala mereka menolak atau belum siap menerima informasi yang
diberikan . Hal ini penting, agar penyuluhan yang dilakukan tidak bersifat
“pemaksaan kehendak” (indoktrinasi, agitasi, dll) melainkan tetap menjamin
hubungan yang harmonis antara penyuluh dan masyarakat kliennya secara
berkelanjutan.
3)
Pendidikan
non-formal (luar-sekolah)
Penyuluhan sebagai proses pendidikan
atau proses belajar diartikan bahwa, kegiatan penyebar-luasan informasi dan
penjelasan yang diberikan dapat merangsang terjadinya proses perubahan perilaku
yang dilakukan melalui proses pendidikan atau kegiatan belajar. Artinya,
perubahan perilaku yang terjadi/dilakukan oleh sasaran tersebut berlangsung
melalui proses belajar. Hal ini penting untuk dipahami, karena perubahan
perilaku dapat dilakukan melalui beragam cara, seperti: pembujukan, pemberian
insentif/hadiah, atau bahkan melalui kegiatan-kegiatan pemaksaan (baik melalui
penciptaan kondisi ling-kungan fisik maupun social-ekonomi, maupun pemaksaan
melalui aturan dan ancaman-ancaman). Berbeda dengan perubahan perilaku
yang dilakukan bukan melalui pendidikan, perubahan perilaku melalui proses
belajar biasanya berlangsung lebih lambat, tetapi perubah-annya relatif lebih
kekal. Perubahan seperti itu, baru akan meluntur kembali, manakala ada
pengganti atau sesuatu yang dapat menggantikannya, yang memiliki
keunggulan-keung-gulan “baru” yang diyakininya memiliki manfaat lebih, baik
secara ekonomi maupun non-ekonomi. Lain halnya dengan perubahan perilaku yang
terjadi karena bujukan/hadiah atau pemaksaan, perubahan tersebut biasanya dapat
terjadi dalam waktu yang relatif singkat, tetapi lebih cepat pula meluntur,
yaitu jika bujukan/hadiah/pemaksaan tersebut dihentikan, berhenti atau tidak
mampu lagi melanggengkan kegiatannya.
Penyuluhan sebagai proses
pendidikan, dalam konsep “akademik” dapat mudah dimaklumi, tetapi dalam prektek
kegiatan, perlu dijelas-kan lebih lanjut. Sebab pendidikan yang dimaksud di
sini tidak ber-langsung vertikal yang lebih bersifat “menggurui” tetapi
merupakan pendidikan orang-dewasa yang berlangsung horizontal dan lateral yang
lebih bersifat “partisipatif”. Dalam kaitan ini, keberhasilan penyuluhan tidak
diukur dari seberapa banyak ajaran yang disampaikan, tetapi seberapa jauh
terjadi proses belajar bersama yang dialogis, yang mampu menumbuhkan kesadar-an
(sikap), pengetahuan, dan ketrampilan “baru” yang mampu meng-ubah perilaku
kelompok-sasarannya ke arah kegiatan dan kehidupan yang lebih menyejahterakan
setiap individu, keluarga, dan masyara-katnya. Jadi, pendidikan dalam
penyuluhan adalah proses belajar bersama.
4)
Perubahan
perilaku
Dalam perkembangannya, pengertian
tentang penyuluhan tidak sekadar diartikan sebagai kegiatan penerangan, yang
bersifat searah (one way) dan pasif. Tetapi, penyuluhan adalah proses aktif
yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun
proses perubahan “perilaku” (behaviour) yang merupakan perwujudan dari:
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan seseorang yang dapat diamati oleh
orang/pihak lain, baik secara langsung (berupa: ucapan, tindakan, bahasa-tubuh,
dll) maupun tidak langsung (melalui kinerja dan atau hasil kerjanya). Dengan
kata lain, kegiatan penyuluhan tidak berhenti pada “penyebar-luasan
informasi/inovasi”, dan “memberikan penerangan”, tetapi merupakan proses yang
dilakukan secara terusmenerus, sekuat-tenaga dan pikiran, memakan waktu dan
melelahkan, sampai terjadinya perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh penerima
manfaat penyuluhan (beneficiaries) yang menjadi “klien”. penyuluhantersebut.
Implikasi dari penegertian perubahan perilaku ini adalah:
§ Harus diingat
bahwa, perubahan perilaku yang diharapkan tidak hanya terbatas pada
masyarakat/klien yang menjadi “sasaran utama” penyuluhan, tetapi penyuluhan
harus mampu mengubah perilaku semua stakeholders pembangunan, terutama aparat
pemerintah selaku pengambil keputusan, pakar, peneliti, pelaku bisnis, aktiivis
LSM, tokoh masyarakat dan stakeholders pemba-ngunan yang lainnya.
§ Perubahan
perilaku yang tejradi, tidak terbatas atau berehnti setelah masyarakat/klien
mangadopsi (menerima, menerapkan, mengikuti) informasi/inovasi yang
disampaikan, tetapi juga ter-masuk untuk selalu siap melakukan
perubahanperubahan terha-dap inovasi yang sudah diyakininya, manakala ada
informasi/ inovasi/kebijakan baru yang lebih bermanfaat bagi perbaikan
kesejahteraannya.
§ Perubahan
perilaku yang dimaksudkan tidak terbatas pada kesediaanya untuk
menerapkan/menggunakan inovasi yang ditawarkan, tetapi yang lebih penting dari
kesemuanya itu adalah kesediaannya untuk terus belajar sepanjang kehidupannya
secara berkelanjutan (life long education).
5)
Rekayasa
sosial
Sejalan dengan pemahaman tentang
penyuluhan sebagai proses perubahan sosial yang dikemukakan di atas, penyuluhan
juga sering disebut sebagai proses rekayasa sosial (social engineering) atau
segala upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumberdaya manusia agar mereka
tahu, mau dan mampu melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
dalam sistem sosialnya masing-masing. Karena kegiatan rekayasa-sosial dilakukan
oleh ”pihak luar”, maka relayasa sosial bertujuan untuk terwujudnya proses
perubahan sosial demi terciptanya kondisi sosial yang diinginkan oleh
pihak-luar (perekayasa). Pemahaman seperti itu tidak salah, tetapi tidak dapat
sepenuhnya dapat diterima. Sebab, rekayasa-sosial yang pada dasar-nya
dimaksudkan untuk memperbaiki kehidupan dan kesejahteraan kelompok-sasarannya,
seringkali dapat berakibat negatip, manakala hanya mengacu kepada kepentingan
perekayasa, sementara masyara-kat dijadikan korban pemenuhan kehendak
perekayasa.
6)
Pemasaran
inovasi (teknis dan sosial)
Yang dimaksud dengan “pemasaran
sosial” adalah penerapan konsep dan atau teori teori pemasaran dalam proses
perubahan sosial. Berbeda dengan rekayasa-sosial yang lebih berkonotasi
untuk “membentuk” (to do to) atau menjadikan masyarakat menjadi sesuatu yang
“baru” sesuai yang dikehendaki oleh perekayasa, proses pemasaran sosial
dimaksudkan untuk “menawarkan” (to do for) sesuatu kepada masyarakat. Jika
dalam rekayasa-sosial proses pengambilan keputusan sepenuhnya berada di tangan
perekayasa, pengambilan keputusandalam pemasaran-sosial sepenuhnya berada di
tangan masyarakat itu sendiri. Termasuk dalam pengertian “menawarkan” di sini
adalah penggunaan konsep-konsep pemasaran dalam upaya menumbuhkan,
menggerak-kan dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pembangunan yang ditawarkan dan akan dilaksanakan oleh dan untuk masyarakat
yang bersangkutan. Perbedaan hakiki di sini adalah, masyarakat berhak menawar
bahkan menolak segala sesuatu yang dinilai tidak bermanfaat, akan merugi-kan,
atau membawa konsekuensi pada keharusan masyarakat untuk berkorban dan atau
mengorbankan sesuatu yang lebih besar dibanding manfaat yang akan diterimanya.
7)
Pemberdayaan
masyarakat (community empowerment)
Margono Slamet (2000) menegaskan
bahwa inti dari kegiatan penyu-luhan adalah untuk memberdayakan masyarakat.
Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau
mengem-bangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih ber-manfaat
bagi masyarakat yang bersangkutan. Dalam konsep pember-dayaan tersebut,
terkandung pema-haman bahwa pemberdayaan tersebut pengertian dapat mengambil
keputusan (yang terbaik) bagi kesejahteraannya sendiri. Pemberdayaan
masyarakat, dimaksudkan untuk memperkuat kemam-puan (capacity strenghtening)
masyarakat, agar mereka dapat berpar-tisipasi secara aktif dalam keseluruahn
proses pembangunan, terutama pembangunan yang ditawarkan oleh penguasa dan atau
pihak luar yang lain (penyuluh, LSM, dll)
8)
Penguatan
komunitas (community strengthening)
Yang
dimaksud dengan penguatan kapasitas di sini, adalah penguatan kemampuan yang
dimiliki oleh setiap individu (dalam masyarakat), kelembagaan, maupun hubungan
atau jejaring antar individu, kelom-pok organisasi sosial, serta pihak lain di
luar sistem masyarakatnya sampai di aras global. Kemampuan atau kapasitas
masyarakat, diarti-kan sebagai daya atau kekuatan yang dimiliki oleh setiap
indiividu dan masyarakatnya untuk memobilisasi dan memanfaatkan sumber-daya
yang dimiliki secara lebih berhasil-guna (efektif) dan berdaya-guna (efisien)
secara berkelanjutan. Dalam hubungan ini, kekuatan atau daya yang dimiliki
setiap individu dan masyarakat bukan dalam arti pasif tetapi bersifat aktif
yaitu terus menerus dikembangkan/dikuatkan untuk “memproduksi” atau
meng-hasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat.
Penguatan masyarakat disini,
memiliki makna-ganda yang bersifat timbal-balik. Di satu pihak, penguatan
diarahkan untuk melebih mampukan indiividu agar lebih mampu ber-peran di dalam
kelompok dan masyarakat global, di tengah-tengah ancaman yang dihadapi baik
dalam kehidupan pribadi, kelompok dan masyarakat global. Sebaliknya, penguatan
masyarakat diarahkan untuk melihat peluang yang berkem-bang di lingkungan
kelompok dan masyarakat global agar dapat dimanfaatkan bagi perbaikan kehidupan
pribadi, kelom-pok, dan masyarakat global (UNDP, 1998).
Tidak ada komentar